“Fakir Miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”
Kalimat yang tertera
dalam pasal 34 ayat 1 UUD'45 tentu tak lagi
asing.Secara teori,benar adanya fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh
negara.Akan tetapi,praktiknya?Who knows? Pada kenyataannya seringkali ditemui
fakir miskin mengemis dari rumah ke rumah atapun sekedar tidur di kolong
jembatan dan tempat-tempat kumuh.Bahkan,anak-anak yang sepatutnya menikmati
masa kecil mereka dengan belajar dan bermain, berada di pinggir jalan,menunggu
lampu merah untuk menjajakan koran,ngamen ataupun hanya sekedar meminta ecehan
rupiah.Miris bukan?Banyak orang yang peduli kemudian langsung turun tangan
membantu namun banyak juga yang hanya geleng-geleng kepala berkata “kasihan ya?”ataupun
yang lebih sering terjadi mengutuk negara yang tidak becus dalam memelihara
kaum terpinggirkan seperti mereka.
Berkata kasihan ya?Memang
mudah.Terlebih lagi hanya mengutuki negara dengan kata-kata blablablablabla
hingga mulut berbusa.Sangat mudah!Bagaimana tidak?Sekedar ucapan kasihan
ataupun kata-kata kasar mengumpat negara bisa dibilang hanya sekedar “omong
doang bukan?Fakir miskin serta anak telantar di Indonesia pada tahun 2012
memang mengalami penurunan.Data Badan Pusat Statistik yakni pada bulan Maret
2012 menunjukkan bahwa jumlah orang miskin dari tahun ke tahun mengalami
penurunan secara signifikan.Saat ini sekitar 29 juta orang miskin terdapat di
Indonesia.Meskipun hasil pengamatan Badan Pusat Statistik tahun ini
mempublikasikan hasil yang cukup menggembirakan tetapi tak dapat dipungkiri
bahwa keberadaan kaum terpinggirkan
masih menunggu adanya uluran tangan guna memperjuangkan hak mereka untuk hidup
dengan layak dan mengenyam pendidikan.
Tidak ada yang
membenarkan perbuatan orang miskin
diluar sana yang meminta-minta,tidur di tempat yang kumuh seperti kolong
jembatan ataupun emperan toko.Selain itu juga tidak ada satupun yang bisa
membenarkan anak-anak diluar sana menjajakan koran,mengelap kaca mobil,ngamen
ataupun juga skedar meinta-minta saat lampu merah.Tidak ada satupun yang bisa
membenarkan perbuatan mereka.Akan tetapi mereka bisa apa?Karena pendidikan yang
rendah,mereka tak bisa mencari pekerjaan dengan mudah.Karena wawasan yang kurang,mereka tak
lagi mempedulikan sekolah.Bagi mereka, bisa makan sehari sudah merupakan kado
yang begitu berharga.Kesempatan yang tak kunjung datan pada akhirnya membuat
mereka putus asa dan menyerah terhadap keadaan yang sebenarnya sungguh
membelenggu mereka.
Situasi,kondisi,kesempatan
dan sistem yang ada membentuk kaum terpinggirkan seperti mereka.Bayangkan saja
kaum menengah ke atas ataupun anak muda dengan hedonisme yang begitu tinggi bolak-balik
nongkrong di mall,menjinjing tas mahal,mengendarai mobil mewah,mengenyam
pendidikan hingga ke luar negeri namun diluar sana masih banyak orang
kelaparan,masih banyak orang susah untuk berobat bahkan masih banyak orang yang
ingin sekolah namun tak mendapatkan kesempatannya.Lagi-lagi pemerintah tidak
becus hah?
Cukuplah mengutuk
negara dengan segala macam tetek
bengeknya dengan kata-kata tidak becus yang sebenarnya hanya sekedar” ngomong doang”.Sekarang
berkacalah pada diri sendiri,sudahkah kita benar-benar terjun membantu
mereka?Sudahkah kita benar-benar becus untuk peduli terhadap mereka?Sudahkah
kita melakukan suatu gebrakan untuk mengajak orang lain peduli terhadap
keberadaan mereka?
Derajat kita bukan di
atas mereka.Derajat manusia di mata Tuhan sama dan hanya amal yang
membedakannya.Lantas kenapa harus apatis terhadap segala sesuatu tentang
mereka?Bukalah mata dan hati ,pikirkan dengan jernih bahwa kita hanya lebih
beruntung dari mereka.Kita hanya beruntung.Sepatutnya malu jika kita,generasi
muda yang mungkin masih cengeng dan berfoya-foya terhadap hasil jerih payah
orang tua hanya sekedar berkata”kasihan ya?”.Mungkin banyak yang berkata malu
tetapi tetap diam di tempat tanpa melakukan apapun.Sama seperti kasus di atas,banyak
yang merasa kasihan tetapi lebih memilih untuk merasa miris saja melihat
kondisi yang terjadi.Kita muda,kuat dan tentu saja lebih beruntung daripada
kaum terpinggirkan seperti mereka.Lantas mengapa harus berdiam diri?Berawal
dari kegelisahan tentang keberadaan mereka, Kak Hetty sebagai pencetus ide Hugo
Hatta Club mengajak penulis dan teman-teman muda yang peduli untuk selalu
bekerja memperjuangkan hak mereka.
Hugo Hatta Club
dibentuk bukan untuk mengangkat pamor pengurus terlebih untuk mencari
keuntungan.Tentu saja Hugo Hatta berjuang agar anak muda mau menolong,mau
melihat realita bahwa masih ada yang harus dibantu. Masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dikerjakan tetapi keberadaan Hugo Hatta dengan segala program
yang telah disusun menunjukkan bahwa kita sudah selangkah lebih maju
daripada sebagian orang yang masih diam di tempat bukan?So speaks with your action guys!Seperti yang pernah John F.Kennedy katakan "Jangan tanyakan apa yang negara berikan untuk Anda,tetapi tanyakan apa yang sudah Anda berikan untuk negara"
Delegasi Hugo Hatta Surabaya